KEKONYOLAN REMAJA PUTIH ABU-ABU

KEKONYOLAN REMAJA PUTIH ABU-ABU

Oleh. Bintu Zen


Seorang ibu muda berusia dua puluh empat tahun telah menyimpan banyak kenangan terakhirnya saat masa putih abu-abu. Bagaimana tidak, hanya berselang beberapa bulan setelah hari kelulusannya ibu tersebut sudah dipersunting oleh seorang lelaki asing yang kini menjadi ayah bagi ketiga anaknya.


Saat ditanyakan padanya kenangan paling membekas apa yang pernah dilaluinya, ia menuturkan beberapa hal konyol saat masa pubertas itu menghampirinya. Pubertas merupakan fase yang dilewati setiap remaja, menjadi wajar bila caranya menyikapi diimbangi dengan langkah yang tepat. Maka, peran orang tua sangatlah penting dan berpengaruh bagi mereka. Akankah peduli atau malah acuh mengabaikan? Rupanya masa putih abu-abu sang ibu tersebut dihabiskan di sebuah asrama dengan serangkaian kegiatan belajar yang melatih jiwa kemandirian di dalamnya. Dua hal konyol yang lumrah menimpa remaja putih abu-abu menurutnya adalah:


  1. Mencontek, membolos, dan malas mengerjakan PR.

Saat ulangan dan ujian tiba, sudah menjadi ajang bagi sekelompok murid untuk saling mencontek. Kadang bahkan sebagiannya gemar membolos dengan berbagai alasan. Jika bukan keduanya, setidaknya mereka pernah malas walau hanya mengerjakan PR tepat pada waktunya. Alhasil, tugas para pemalas pun dikerjakan di sekolah dengan mencontoh milik si rajin yang terkenal pintar di kelas.


  1. Cinta monyet, cinlok acara/organisasi, hingga bullying.

Lebih dari sekedar cinta monyet ala anak SMP, remaja SMA lebih aware dengan mulai memberikan secarik surat ataupun perhatian hasilnya menabung pada sang gebetan. Tak jarang pula kisah percintaan mereka diawali dengan cinlok saat sedang satu kegiatan atau bahkan di organisasi semacam OSIS atau ROHIS. Yang menyedihkan pula apabila kegiatan orspek berlajut menjadi bullying antar siswa entah karena memperebutkan si dia ataukah penindasan kecemburuan antar geng para siswi.


Sang ibu menurut penuturannya, merupakan salah satu dari siswi teladan yang sebenarnya rajin di dalam kelas maupun organisasi. Sehingga bila melihat kekonyolan pada poin pertama, sudah bisa diprediksi siapakah yang paling dikejar oleh para pemalas di kelasnya untuk dicontek ujian maupun PR-nya. 


Adapun kegiatan membolos yang terpaksa pernah dilakukannya disebabkan oleh kesibukannya dalam mengurus kegiatan di luar jam sekolah. Mengharuskannya beberapa kali membolos, tapi bukan untuk pacaran. Karena memang asrama tempatnya menimba ilmu sangat ketat dalam hal ini, ia hanya mampu memendam perasaannya tersebut dan menguburnya dalam-dalam. Pernah mungkin terungkap ketika bermain social media yang belum sebooming hari ini. Namun kecil sekali frekuensinya.


Beruntung, ia tak lagi menemukan korban bullying seperti masa saat SD dulu. Dan yang membuatnya kembali tersenyum saat mengingat masanya kala itu melanggar aturan asrama dengan membawa ponsel secara sembunyi-sembunyi di tahun terakhir SMA. Maklum, saat itu ia menyelami masa-masa jenuh yang mengekangnya selama sekian tahun belajar disana.


Seringkali, yang membuatnya sedih ketika para orang tua banyak mengabaikan proses pendewasaan putranya yang beranjak remaja. Mengabaikannya sehingga membuat mereka tampak mencari pelampiasan ke luar rumah atau pun asrama. Padahal, yang dibutuhkan oleh mereka hanya sedikit dari rasa perhatian orang tuanya sebagai seorang sahabat yang mengerti tentang masalahnya menghadapi kehidupan pubertasnya di sekolah.


Bagaimana mengelola emosi hingga cara mengatur waktu antara kegiatan belajar di kelas dan pengembangan diri di organisasi maupun ekstrakurikuler. Terutama bagi remaja tertentu yang menjadi korban bullying di sekolahnya, perasaan peka dari teman hingga guru sebagai pengganti orang tua disana sangatlah dibutuhkan.



Seperti halnya sang ibu yang merasa menyesal karena dulu telah menuntut dirinya untuk terjebak pada ekspektasi belajarnya demi membanggakan kedua orang tuanya. Alhasil, bahkan sampai sekarang saja ibu tersebut merasa pendidikannya dulu terbuang sia-sia hanya dihabiskan untuk mengejar sebuah nilai. Ia melupakan hobi dan bakatnya, sehingga membuatnya tak lagi bergairah di masa sibuknya hari ini ketika sudah berkeluarga.


Harapan kedepannya untuk para pendidik maupun pelajar SMA agar lebih mengedepankan kualitas belajarnya tidak hanya berpatok pada sebuah nilai ujian. Karena memang, setiap murid memiliki keunikannya masing-masing. Sangat jarang ditemukan ada murid yang ahli dalam semua mata pelajarannya.


Ada baiknya, para orang tua juga tak menuntut anaknya menjadi juara kelas. Yang menjadi tugas mereka hanyalah mengarahkan anaknya menekuni hobi maupun bakatnya, sehingga tak perlu fokus menutupi kekurangan yang lain karena barangkali itu bisa menyiksanya. 


Betapa banyak diantara teman sang ibu yang dulunya hanya berfokus membesarkan hobinya, kini justru lebih dahulu sukses dalam bidangnya karena kegigihan yang tertanam sejak dulu menduduki bangku SMA. Sehingga masa putih abu-abu yang dilewati dengan hal konyol pun akan bermanfaat. Justru sang ibu, yang memaksakan dirinya harus menjadi juara kelas malah terjebak dalam cinta monyet semu. Menyedihkan.


Demikianlah, ulasan singkat tentang pengalaman sang ibu yang membuat penulis berantusias dalam memaparkan kenangan putih abu-abu dengan harapan mampu sejenak mengingatkan generasi 90-an yang kini telah menjelma menjadi orang tua muda bagi balitanya sekaligus memberikan inspirasi baru bagaimana seharusnya kita kelak mendampingi generasi millenial yang semakin diuji oleh tantangan zaman. 

Semoga membawa hikmah. Karena orang tua merupakan sekolah yang paling utama dan pertama kali dalam pembentukan karakter para remajanya di masa mendatang, tentunya dipengaruhi juga oleh faktor masa kecil mereka di rumahnya. Jangan sampai masa putih abu-abu atau remaja malah menjadi momok paling dikhawatirkan banyak orang tua disebabkan masa penjajakan putra-putrinya yang tengah diterjang berbagai jenis hawa nafsu yang menggoda diri.


Tentang Penulis:


Bintu zen adalah Wafaa uz Zakiyah. Seorang ibu rumah tangga dari tiga balita; Abdulloh (5y5mo); Khodijah (3y5mo); dan Abdurrohman (16mo). Penulis pemula ini aktif menulis sejak Juni 2019 dengan belasan antologi dan menuju solo perdana. Hubungi penulis ke twitter atau instagram @bintuzen95 Blognya terbit setiap Ahad : www.dulmankhadeeja.blogspot.com


Comments

Popular Posts