MAHALNYA NILAI ILMU

oleh. Bintuzen



Bismillah, gimana kabarnya sahabatku fillah?

Semoga senantiasa sehat dan dalam keadaan yang shalihah. Ini adalah kisah pribadi penulis tentang perjuangan mencapai cita, tentang mahalnya akan ilmu syar’i dan nilai persahabatan karana Allah, yang ditulis dalam rangka mengikuti perlombaan seorang sahabat fillah. Semoga berkenan untuk dinikmati. 

Namanya Zakiyah akrab dengan ummu 'abdillaah, artinya ibu dari anak bernama Abdulloh. Yah, ia seorang ibu dari 3 anak. Juga sang sulung dari delapan bersaudara yang sejak 1995 dilahirkan melalui uminya di Kota K salah satu provinsi di Jawa. Perbatasan dengan kota S merupakan kampung simbah utinya dimana ia dilahirkan. 

Ia juga terlahir dalam keluarga yang kenal tentang dakwah sunnah sejak era 90an. Walhamdulillahi bini'matih, nikmat manalagikah yang engkau dustakan?

Abahnya seorang kakak ketiga dari tujuh bersaudara. Salah satu adiknya kini tinggal di kota W bersama sang istri juga turut tinggal di sebuah ma’had. Mereka adalah dua bersaudara yang satu-satunya kini sudah dikenal lekat dengan dakwah sunnah dalam lingkup keluarga besar ngapaknya. 

Bagaimana sih cerita abah uminya bisa berjodoh? 

Ternyata, dita’rufkan oleh seorang ikhwah di kota J yang tak lain adalah simbah liliknya sendiri. Jadi, simbahnya adalah sang paman yang menjodohkan ponakannya sendiri disaat beliau belum berumahtangga. Hehe MasyaAllah ya,

Ohiya adik uminya juga seorang istri dari seorang ustadz, yang hingga saat ini masih aktif berdakwah di kecamatan G turut pula membina sebuah ma’had disana.

MasyaAlloh sebuah nikmat yang sudah selayaknya untuk disyukurinya karena sejak dini ia sudah belajar tentang apa itu sunnah nabi yang selama ini diwariskan pada kita, bayangkan saja ia belajar baca tulis hanya didampingi abahnya sendiri sejak usia balita dimana anak seumurannya masih banyak yang hobi bermain kala itu.

Yang mengagetkan, iapun pernah merasakan moment dimana uminya yang baru saja melahirkan adik keempatnya sudah ditinggal si abah ke bumi A, sebuah kota di Sulawesi kala itu. Bergabung dengan aliran LJ. Meninggalkan usaha sale pisang yang lama dirintisnya. Saat itu masih dipimpin panglima J hadahulloh, semoga Alloh memberinya hidayah. Namanya Tentu tak asing bagi yang sudah pernah menyimak lika liku dakwah sunnah di tanah air tercinta ini.

Tak selang beberapa lama pasca peristiwa LJ yang memang belum difahami si gadis kecil ini, abahnya menyekolahkan dirinya ke sebuah lembaga formal yayasan AM yang dulunya binaan sepasang ustadz dan ustadzah hafidzahumulloh, semoga Allah menjaga beliau berdua.

Abahnya jugalah yang mendorongnya untuk mempelajari kemandirian yang lain demi bekal dan skill anak perempuannya lewat dunia jahit menjahit ke sebuah Mts di kota C, kampung abahnya. Beruntung, kasih sayang Allah azza wa jalla menyelamatkan dirinya dari lembah kemaksi’atan yang kala itu membuat dirinya berada di ambang jurang yang nian dalam. Abahnya seketika menjemputnya untuk dibawa ke dunia pesantren modern IIBS di kota T salah satu provinsi di Jawa.


Berjalannya waktu dengan semakin cepatnya. Saat ia mulai merasakan kegelisahan disana, saat itulah ia menemukan jawabannya. Ya, simbah liliknya masih saja terus mendorongnya untuk tetap bersemangat belajar walau saat itu kedua orangtuanya mulai berkurang keistiqomahan taklimnya. Iapun menjadi satu-satunya santriwati bercadar yang saat itu sudah ditingkat akhir. Yaa subhaanalloh, tapi disanalah akhirnya ia terus mengkaji mengenal sunnah lebih dalam lagi dengan mulai mendengar taklim para ustadz disana, walhamdulillah.

Hingga tibalah saat ia harus pulang ke kampung halaman. Inilah waktu bagi komitmennya diuji, ketika masih belum merasakan manisnya hidayah. Uminya yang sangat berantusias memasukkan dirinya ke Tarbiyatun Nisaa. Bermula ketika melihatnya memiliki buku-buku yang menyimpang dan menyesatkan hadiah dari seorang teman. Tentu ini sangatlah membuat sedih dan mulai menuntut abah agar memilih antara menyelamatkan keluarga ataukah menjatuhkan talak. Qodarulloh, uminya seketika luluh melihat tangisnya abah yang bersikukuh agar tetap putri pertamanya menyelesaikan pendidikan formalnya. 

Masih terngiang dalam ingatannya kala itu, abah juga uminyapun mendatangi orang ketiga. Namun saran yang datang adalah berlanjut untuk mengenyam pendidikan di Madrasah Negri yang berasrama. Kenyataan ini, membuatnya semakin jauh dengan dakwah sunnah yang selama ini sudah dikenalnya. Karenanya sejak kepergian abahnya merantau keluar negri untuk mengumpulkan biaya adik-adiknya, sang umi bertekad memindahkannya ke lembaga formal lain ke kota J yang juga dinilainya sebagai lembaga sunnah, semoga Alloh turunkan hidayahNya. Hanya ditanganNyalah kuasa dalam membolak balikkan hati uminya.

Qodarulloh. Nihil hasilnya, kala itu dirinya yang masih labil dan menolak. Mempertimbangkan perasaan banyak pihak termasuk ketidakinginannya jauh dari keluarga seperti dulu kemudian beradaptasi lagi dari awal menyesuaikan gaya hidup para santriwati modern yang kurang sreg dirasanya.

Selesai tiga tahun sudah ia jalani juga, bersekolah disana dengan kondisi yang memprihatinkan. Namun apa dayanya ia hanya mampu untuk terus berjuang jauh lebih keras dalam menghilangkan dahaganya akan ilmu syar’i lewat majlis-majlis taklim yang serba terbatas ditengah kesibukannya kala itu berorganisasi. Nas'alullohassalaamah.

Puncaknya di tahun terakhir, kondisinya yang semakin rindu akan ilmu membuatnya nekat melakukan safar ke kota J hanya ditemani seorang sahabatnya saja. Miris betul simbah liliknya melihat perjuangannya waktu itu.

Akan sangat panjang bila semua diceritakannya disini, singkatnya adalah saat dimana dirinya punya keberanian untuk mengambil langkah terbesar dalam sejarah hidupnya. Menikah dini diusia yang ke-18. Jika dirunut lagi, ide ini muncul tak lama pasca simbah liliknya menyaksikan keprihatinannya safar tanpa mahrom dan mulai meminta tolong pada si paman dari abahnya mencarikan jodoh untuk cucunya tersebut.

Tanpa lama berselang, sang pamanpun bersegera untuk mendekati kakaknya untuk membujuk ponakannya berta’aruf dengan ikhwah kenalan lama dari kota B. Kedekatan dua bersaudara ini tak lagi dipungkiri, jalan dan kehendakNya berjalan dengan sangat mulus. Walau pada saat itu sang abah sudah mendaftarkan putrinya ke salah satu perguruan tinggi kesehatan di kota J yang sebetulnya adalah pilihan putrinya sendiri. Namun demi melihat keinginan abahnya agar putrinya menjadi seorang bidan sepertihalnya dirinya dulu saat membantu uminya melahirkan adik-adiknya, ia menginginkan putrinya kelak lebih mandiri saja dengan membantu banyak ibu sebelum kemudian beranjak ke jenjang rumah tangga.

Siapa yang Menyangka ini menjadi keputusan paling berat yang ia ambil? Pasalnya, tak pernah sedetikpun terbesit dalam benak pikiran kecilnya walau sepintas saja akan menjadi calon pengantin yang terbilang muda untuk teman-teman seusianya yang rata-rata masih terbilang awam.

Sungguh jika bukan karenaNya yang menggerakkan hati kedua belah pihak keluarga besar dan orangtua termasuk uminya yang kala itu terus mendorong mereka mewujudkan sebuah niatan yang mulia.

Sungguh ini merupakan kebahagiaan mendalam baginya yang kala itu bisa mengenal hidayahNya yang haq melalui perantara suaminya. Semoga sang suami tetap istiqomah dan bersabar mendampingi dan membimbing keluarga kecilnya di dunia hingga ke akhirat kelak. Aamiin

Keadaan pasca menikah kala itu sungguh disayangkan adanya, hingga suatu hari dimana ia menghadapi kenyataan pahit kala suaminya mulai menyampaikan nasihat demi nasihat untuk meninggalkan bangku kuliah. Mengikuti bimbingan asatidzah dan mendampingi sang suami ke ibu kota. Berat untuk memilih antara restu abah atau suaminya, namun berbekal tekad. Tencapailah final sepakat dan mulai menempuh berbagai cara untuk didiskusikan bersama umi dan keluarga mertuanya. Saat itu hanya uminya saja yang memberikan dukungan penuh agar tetap meraih ridho suami demi menjaga keutuhan rumah tangga yang baru seumur jagung itu.

Nekatlah ia pada akhirnya melepas almamater mahasiswa kala itu, tentunya dengan sekian pertimbangan yang ada. Salah satu diantaranya adalah kebutuhan materi yang tak sedikit telah abahnya perjuangkan ia lepas dan untuk pertama kalinya ia mengecewakan hati seorang ayah, yang mana sudah merelakan dirinya jauh dari keluarganya berkelana merantau ke negri orang demi sebuah hutang dan kebutuhan yang tak sedikit, menghidupi keluarganya dengan memberikan tempat tinggal layak, memenuhi sesuap nasi demi bekal pendidikan adik-adiknya. Kini malah dikecewakan putri pertamanya sendiri dengan keputusannya tadi. Berat memang, inilah ujian bagi seorang ayah dimulai ketika melepas putrinya tinggal bersama lelaki pilihannya lalu sejenak melupakan keinginannya melihat sang putri menjadi bidan. Semoga itulah jalan terbaik disisiNya.


Dan diantara banyak pertimbangan lainnya adalah semakin padatnya jadwal pendidikan bidan yang sejujurnya saat itu memang bukan minat dan bakatnya sedari awal. Dikhawatirkan akan banyak melalaikan dari tugas utama sebagai seorang istri shalihah dimata suaminya, menjauh dari majlis ilmu yang sudah lama ia rindukan bersama bimbingan para asatidzah.

MaasyaaAlloh walhamdulillah, setelah sekian lama akhirnya luluhlah hati sang abah memaafkannya dan mulai mengajaknya kembali menjalin komunikasi. Sehingga iapun tenang dan kembali lega dalam beribadah mengarungi bahtera bersama suaminya bertugas dikemacetan ibukota, membesarkan dua batitanya kala itu sejak tahun 2014 hingga 2018. Disela-sela waktunya, ia terus terbesit keinginan untuk mandiri financial demi membahagiakan orang tua dan adik-adiknya.

Yang bahkan kini di tahun 2019 sudah bertambah lagi seorang bayi, pulang ke kota J dekat dengan simbahnya. Bertekad untuk meninggalkan gaya kehidupan ibu kota dan membuka lembaran baru untuk fokus belajar ilmu agama karena ia menyadari betapa mahalnya hidayah takkan ternilai jika dibandingkan dengan apapun. Sungguh sangat melalaikan jika diri dan keluarga kita jauh dari siraman hati dan lingkungan yang menyejukkan seperti di pondok pesantren, membuat kerap kali permasalahan rumah tangga datang justru tanpa disikapi secara bijak dengan ilmu. Berharap inilah jalan dan solusi terbaik, mendekat dengan ahlu ilmi disaat putra pertamanya Abdulloh mulai mengenyam Tarbiyatul Aulad.


Ia dan suami melanjutkan kembali merintis usaha online yang sudah lama digelutinya, saling membahu diantara sepi dan ramainya packing dan paket online ditemani bayi-bayi yang mulai mencari perhatian hehe. Niatnya satu, agar kelak kami bisa lebih mandiri tanpa bergantung dengan pekerjaan kantor yang sangat melelahkan juga menjemukan, menyita banyak waktu berharga. 

Harapan kedepannya setelah dimampukan hijroh ke kota J adalah untuk terus istiqomah tanpa lelah dan tanpa jemu belajar dikelilingi ilmu setiap harinya. Menghafal dan terus memurojaah apa yang sudah dipelajari bisa diaplikasikan bersama dalam kehidupan berumahtangga dan bermasyarakat hingga akhir malakul maut datang menjemput.


Mengutip dari al-'Allamah asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'i rahimahullah,

"Kalau seandainya aku diberi (uang) sejuta setiap bulan supaya aku meninggalkan aktivitas menuntut ilmu, niscaya TIDAK AKAN KUTERIMA. Bahkan kalau seandainya aku diberi emas sepenuh masjid ini, TIDAK AKAN AKU TERIMA." Rihlat Da'wiyyah, 128

Sangat gamblang, motivasinya kini jelas. Memperjuangkan hidayah dan lingkungan sahabat fillah yang didapat agar tidak lepas. Karena menjaga LEBIH SULIT setelah susah payah DICARI. Semoga kelak hidayah juga menyapa keluarga besar suaminya disaat harus pulang merawat orang tua nantinya, bisa terus mengingatkan mereka kembali akan fananya dunia ini, mengenalkan mereka akan jalan sunnah yang para salafuna shaalih tempuh, dan tak lagi memandang ahlussunnah sebelah mata seperti sekarang dan sebelumnya. Tentu kita bisa terus mempersembahkan bakti kami dengan akhlaqnya para nabi, membuktikan kemandirian kami, memamerkan kebahagiaan kecil kami yang tak melulu harus banyak duitnya. 

Semoga adik-adiknyapun mulai terketuk hatinya mengikuti sang kakak agar kembali bersama menciptakan keluarga sakinah yang harmonis dan haus akan ilmu syar'i, dan umi abahnya bisa bangkit bersemangat membesarkan anak-anaknya meraih Syurga. Segera merobohkan badai masalah yang kerap kali menerjang keluarga besarnya tiada henti tanpa solusi menyejukkan. Tentu segera disatukan tanpa harus lagi merantau di usia senjanya, mengumrohkan mereka dan mewujudkan resto impian abahnya. Semoga Alloh azza wajalla tambah kekuatan baginya agar dimampukan dalam mewujudkan harapan-harapan besar ini kelak suatu hari nanti, pelan tapi bismillah. Keluarga mereka dikumpulkan di jannahNya. Aaminn Allohumma aaminn. 


Penulis menyampaikan jazakumullahkhairan kepada seluruh pembaca pada umumnya yang sudah menyempatkan menyimak tulisan sederhana ini, dan kepada penyelenggara perlombaan ini pada khususnya karena telah memberikan kesempatan bagi penulis menorehkan ungkapan syukur melalui ketikan androidnya. Dan segenap sahabatku fillah yang membantu terwujudnya lembaran ini. Agar kelak semakin bersemangat melanjutkan sebuah cita tiada akhir. Membersamainya dalam rajutan ukhuwah, terus bersemangat dalam mencetak putra putri ahlussunnah menuju kenikmatan thalabul ilmi yang sesungguhnya.

BaarakAllahfiikunna semoga keberkahan senantiasa menaungi kita di bulan yang penuh maghfirah ini, dan diterima amal ibadah kita. Ramadhan mubaarak. 




Diantara mendung menuju waktu berbuka,

Ummahnya abdulloh, khodijah dan abdurrohman.

Wonosalam, Senin 1 Ramadhan 1440 H atau 6 Mei 2019

Comments

Popular Posts